Sore Ketika Mendung Namun Tidak Jadi Hujan
(Seminggu setelah membaca Al-An'am Ayat:
73-80)
Perbincangan telah sampai ujung
Saat jingga senja menghitam karena
mendung.
Sampai matahari tenggelam murung.
Aku ingat Ibrahim.
Yang dilanda kecewa sekaligus lega
Menyaksikan mentari menghilang sirna,
Akhirnya ia tahu kalau mentari
Bukanlah wajah sang kekasih.
Malam ini lebih syahdu,
Tak sepilu malam lalu.
Ketika pandangannya tertuju pada
gemerlip bintang.
Ketika hatinya terkagum sinar sang
rembulan.
Yang pernah ia sangka wajah sang
kekasih.
Sampai saat fajar mengabaikan
bintang-bulan
Ia tersadar kalau sang kekasih tak akan
terabaikan.
Kala malam telah menggelar gelap tak
terelakan,
Aku berbincang dengan diriku sendiri.
Bagiku kekasih, engkau terberhalakan.
Pada pemilik-pemilik perusahaanku,
Pada layar handphoneku, kendaraan
bermotorku,
Pada jabatan-derajatku, juga pada ilmu
dan pengetahuanku.
Dan engkau terberhalakan di dalam
anggapan
Pikiranku sendiri,
Di dalam prasangka perasaanku sendiri.
Animiskah aku?
Yang menuntun engkau nyata hadir di
depanku.
Dinamiskah aku?
Yang mencurigaimu atas segalaku.
Panteiskah aku?
Yang menilai engkau berinkarnasi pada
seluruhku.
Politeiskah aku?
Yang engkau menjelma dewa-dewi
keberuntungan dan kemalanganku.
Atau, ateiskah aku kekasih?
Yang sebenarnya aku tidak pernah
melibatkanmu dalam segenapku.
MAN. Berintan, Desember 2016
Komentar
Posting Komentar