Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2017

Samsak Tinju

Berbahagialah! Sehat jiwa dan ragamu, bagi kamu para pejuang prinsip. Bagi kamu yang rela memperjuangkan dan menunjukan bahwa hidup ini memang menyenangkan dan bukan tentang pencapaian tersertifikat, atau berapa upah bulananmu. Bagi kamu yang hidup bersama masyarakat lengkap dengan puja-puji, cibiran, cacian, dan prasangka. Kamulah samsak tinju! Harus menjadi empuk agar saat ditendang dan dipukul tidak menyakiti. Harus stabil, agar tetap kembali ke posisi semula. Harus rela diabaikan saat tidak dibutuhkan. Berbesar hatilah! Nyatanya semua petinju membutuhkanmu. MAN. Berintan, Juli 2017

Keinginanku dan Keinginanmu

Aku hanya mencoba membuat hidup menjadi lebih sederhana. Seperti jika hanya untuk membuang penat tak perlu harus ke Bali atau Karimun dan menambah masalah baru setelahnya. Termasuk keinginanku mengunjungi rumahmu. Agar keinginan ini tidak mengganggu hari-hariku, apalagi saat malam hari sebelum tidur. Maka aku harus ke rumahmu. Aku harap kamu maklum. Setelah itu, bahkan aku belum merencanakannya. Jika begini, entah aku harus menghardik atau memuji Kartini, Aminah Wadud, serta Jeanne d'Arc. Karena mereka memperjuangkan agar wanita bisa dan berani mengambil keputusan. Lalu apa yang membuat kamu berat mengambil keputusan, dengan sekalimat jawaban, "Silahkan datang ke rumahku, aku tunggu." Aku pun maklum dengan caramu menolak. Entah alasan karena aku tampak memikat, atau karena aku hanya alenia yang tak perlu kamu simak, atau karena alasan lain yang apa aku tidak mau menduganya, yang pada akhirnya keputusanmu, kamu ingin aku jangan sampai mengetuk pintu rumahmu. Keinginank

Kesan Pertama

Perbincangan singkat seorang lelaki rupawan dengan perempuan di atas tanah becek yang sudah mengering karena ternyata aspal tak pandai menyerap air. "Aku pernah hampir tidak percaya pada cinta pertama. Namun aku kembali percaya sejak aku bertemu denganmu." Dengan seringai di bibir perempuan yang sebenarnya berparas ayu itu: "Apa Maksudmu? Kau sedang merayuku? Paling tidak, aku menolak lelaki berseragam Pegawai Negeri Sipil jumat lalu. Kamu merayuku hanya dengan sekalimat kata-kata klise dan berharap aku terkesan?" Lelaki rupawan itu, antusias: "Betul, itulah. Kesan. Kesan tidak bisa lepas dengan kenangan. Kesan muncul sebelum dan setelah kenangan. Seperti mendung berganti hujan, setelah hujan mendung menghilang. Cinta pada pandangan pertama adalah kesan yang langsung menjadi kenangan. Meskipun bukan sebuah keniscayaan sejati. Kamu setuju? Aku tak peduli jawabanmu. Kau tidak terkesan padaku pun merupakan kesan dari kenangan. Betul. Ini aku serius...."

Atau Siapa

Pernah, semula aku bosan menjadi melankolis. Aku berinisiatif memperbanyak minum susu dan sejenisnya untuk merangsang produksi lendir. Pada awalnya cukup menyenangkan. Aku merasa seperti Mandela, atau Gandhi yang meneduhkan. Menjadi plegmatis dengan segala hembusan lembutnya, memang cukup sulit untuk dicermati. Sedang kan siapa yang bukan aku yang bukan siapa-siapa ini. Terkagum menyaksikan siapa dengan dominasi chole di dalam tubuhnya. Bagaikan Leonidas, pemimpin pasukan Spartan di atas mimbar. Mungkin aku juga perlu memperbanyak makan daging, agar paling tidak produksi sanguis dalam tubuhku meningkat. Bayanganku adalah Fidel Castro, eh malah lebih dekat ke Mussolini yang Megalomaniak. Aku berpikir ulang. Bagaimana jadinya jika sedang musim kemarau? Bermandi keringat saja sudah cukup membuat risih, apalagi jika harus mengikuti siapa yang detak jantungnya 2x atau bahkan 3x lebih cepat dari detak jantungku. Tidak, sia-sia juga aku yang bukan siapa-siapa ini, terus menerus mengejar ag

Pamit #3

Cinta Fibonacci Aku pamit. Sebab kau terlalu rumit. Sebetulnya, Jika kau ingin mencintaiku. Mulailah dari hal yang paling mudah. Semisal melihatku dari sisi baik, seburuk-buruknya aku. Lihatlah baiknya saja, meskipun hanya satu. Seperti baju yang sekarang aku pakai yang berbahan dari katun bergambar pola metatron yang terbuat dari sablon plastisol. Aku yakin kau akan tertarik. Setelahnya kau pasti mencintaiku, Menilai indah semua tentangku. Begitulah Pola Fibonacci. Sebelum kelipatan angka-angkanya bekerja, ada satu titik angka awal. Bahkan ketika dimulai dari nol atau minus. Lebih jelasnya, nol atau minus berarti kamu sama sekali tidak mengenalku, bahkan membenciku. Perlu penjumlahan kebaikan berkala agar kamu mencintai. Ku. MAN. Berintan, Agustus 2017

Pamit #2

Senyawa Pada awal dan akhir Haruslah satu unsur agar bisa melebur. Meskipun sama-sama cair, air dan minyak tak akan bisa melebur. Meskipun sama-sama cair, air tawar dan air asin harus berkumpul di muara untuk proses melebur. Aku pamit. Pada akhirnya, bisa saja kita tercipta untuk senyawa berbeda. Entah aku adalah hidro, atau aku adalah petro. Aku pamit, Bukan karena takut pada perbedaan. Namun karena tahu diri pada batas kesamaan. Tidak semua fluid adalah lipid. MAN. Berintan, Juli 2017

Pamit #1

Firasat Aku pamit. Dari kejauhan aku melihat awan hitam. Bergulung Berkendara angin menuju kemari. Aku tak bisa menghitung pasti kecepatannya. Di atasnya, Kilatan cahaya bergantian, saling berkejaran menyapa bumi. Merubah dedaunan menjadi merah api. Entah Thor, Zeus, atau Indra. Atau inkarnasi ketiganya. Aku hanya tahu, itu tanda petaka. Aku pamit. Bukan badai atau gemuruh gempa yang aku takutkan. Sedangkan congkak dalam tubuhmu yang renta Tak akan mampu mengembalikannya. Karena sejak Saturnus mencumbu Dewi Bulan Miliaran tahun silam. Congkak dan rasa bangga selalu mendatangkan masalah. Pula Galileo, sampai Leonardo. Bahkan ketika sajak-sajak Rumi, Chairil, dan Kafka merubah rotasi bumi. Congkak adalah sumber malapetaka. Aku pamit. Yang aku tahu Kau tak pernah berkenalan dengan Sokrates, Plato, Gauthama, apalagi Hermes. Kau hanya tahu Ghazali dan Jailani, yang sudah kau sangka kebenaran hakiki. Hingga kau congkak setengah mati. Aku pamit. Firasatku lebih b