Pamit #1

Firasat

Aku pamit.
Dari kejauhan aku melihat awan hitam.
Bergulung
Berkendara angin menuju kemari.
Aku tak bisa menghitung pasti kecepatannya.
Di atasnya,
Kilatan cahaya bergantian, saling berkejaran menyapa bumi.
Merubah dedaunan menjadi merah api.
Entah Thor, Zeus, atau Indra.
Atau inkarnasi ketiganya.
Aku hanya tahu, itu tanda petaka.

Aku pamit.
Bukan badai atau gemuruh gempa yang aku takutkan.
Sedangkan congkak dalam tubuhmu yang renta
Tak akan mampu mengembalikannya.
Karena sejak Saturnus mencumbu Dewi Bulan
Miliaran tahun silam.
Congkak dan rasa bangga selalu mendatangkan masalah.
Pula Galileo, sampai Leonardo.
Bahkan ketika sajak-sajak Rumi,
Chairil, dan Kafka merubah rotasi bumi.
Congkak adalah sumber malapetaka.

Aku pamit.
Yang aku tahu
Kau tak pernah berkenalan dengan Sokrates, Plato, Gauthama, apalagi Hermes.
Kau hanya tahu Ghazali dan Jailani, yang
sudah kau sangka kebenaran hakiki.
Hingga kau congkak setengah mati.

Aku pamit.
Firasatku lebih baik tetap melangkah walau di terjal bukit,
Timbang hidup diam dan terlilit.

MAN. Berintan, Juli 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Bermain Tarik-Tarikan #2

Kisah Cinta

Pendakian

Alasan Mencintaimu

Surat Terakhir

Sejak Aku Mencintaimu

Setelah Sampai Rumah

Ketika Mempuisikan Kamu

Keinginanku dan Keinginanmu

Mari Bermain Tarik-Tarikan #7