Edisi Dewasa #1

#1 Pedomane Asu

Menjadi dewasa bukan sekedar sudah pernah nonton berbagai genre film porno, bukan lantaran pernah mencium bibir dan bagian tubuh lain sang pacar, bukan pula persoalan umur yang sudah melampaui 18 atau 21. Menjadi dewasa juga bukan dilihat karena sudah mampu beli makan sendiri, atau sudah bekerja dengan gaji sekian juta. Atau sudah bisa dikatakan dewasa ketika sudah menikah, punya anak, dan punya cucu. Menjadi dewasa juga bukan ditandai dengan kegalauan akan hal-hal yang semakin rumit.

Tidak ada ukuran pasti untuk mengukur kedewasaan, juga tidak ada syarat dan ketentuan bakunya. Sedangkan kita seolah-olah sudah sangat paham tentang apa itu dewasa. Mungkin karena itu kita jadi sering plintir-plintir istilah dewasa.

Soal movie, jika umur kita sudah 17 dan bahkan 20 lebih, kita sudah sudah legal menonton 'adult movie' dengan genre 'mature', 'Oral' dan lainnya. Huuup! Sayangnya istilah dewasa diplintir hanya sampai arah sini 'asu-sila' (pedomane asu). Kita hidup di zaman dimana hal tabu (samar) ditabuh dan hal tabuh (jelas) dijadikan tabu.

Pikiran kita tanpa disadari digiring ke arah yang sama, 'asu-sila' tanda dewasa. Dipertontonkan sinetron, diperdengarkan lagu, dibikinkan budaya pacaran, sampai sekarang disebar luas lewat internet, semisal meme pacaran, pamer tubuh di medsos dan iklan vmax. Tapi disisi lain, khotbah soal hukum dan keagamaan berkumdang di mana-mana. Di buat ngacengan, tapi ditakuti kalau menuruti kengacengan itu dosa.

Otak kita jadi koplak/somplak/koplo/menceng dan ngacengan. Kita dibangkitkan secara sexsual sekaligus dibangkitkan ketakutannya (tabu). Karena tabu ada dari budaya sedangkan seksual menempel pada tubuh. Daaaan menghindari kebutuhan tubuh itu lebih sulit daripada menghindari budaya.

Alhasil, ketabuan atau budaya lah yang semakin terdekadensi/perosotan/terjun bebas. Hasrat tubuh terus dikampanyekan. Soal tabu dan murka tuhan pun terus beredar. Nah lhoh!!!!! Otak yang kadung menceng dan ngacengan menjadi semakin menceng dan koplak, lama kelamaan juga sowak, bahkan sowek. Akhirnya, maunya kenthu tapi yang nggak bikin tuhan murka. Dibikinlah hukum sesuai kekenthuan dan kesomplakannya. Dicarilah rujukan, referensi, dalil yang mendukung otak ngacengannya.

Jadi manusia dewasa zaman ini, otaknya tidak jauh dari kelamin.

MAN. Berintan, Oktober 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketika Mempuisikan Kamu

Alasan Mencintaimu

Mari Bermain Tarik-Tarikan #2

Pendakian

Setelah Sampai Rumah

Surat Terakhir

Mari Bermain Tarik-Tarikan #7

Rumah 2

Sore Ketika Mendung Namun Tidak Jadi Hujan

Kisah Cinta