Poros

Pada ruang aku mencurigai waktu,
Dan pada waktu, Aku khawatirkan ruang.
Aku sempat mengira semua tentang ruang.
Rumah, bukit sabana dan rayuan Edelweis melambai,
Juga hamparan samudera serta ombak berkejaran menuju pantai.
Atau kesempatan memilikimu. Utuh, Mengeja rupamumu
Dari kaki sampai ujung rambutmu. Memuja parasmu,
Duduk bersampingan. Sampai mata kita saling menerjemah rasa.
Ternyata bukan,
Nampak dari jendela kaca,
Ruang, perlahan pudar.
Hanya bersisa memar.
Pula aku sempat mengira semua tentang waktu.
Ketika setiap detik menggelitik.
Menit membikin hati semakin terkait.
Hingga jam berjaga, tanpa sadar aku tenggelam.
Memar kian melebam.
Ternyata bukan,
Waktu sekedar berkisah.
Melambat hanya karena kita tersirap.
Dan berjalan cepat saat kita terpikat.
Saat aku melesat cepat, waktu sirna sempurna.
Plato, Ibrahim, Buddha, Sulaiman,
Al-masih, Ghazali, Newton, Muhammad.
Mereka menanggalkan ruang
Mereka juga menanggalkan waktu.
Mereka menafsirkan abadi
Bukan tentang seberapa besar,
Bukan pula tentang seberapa lama.
Dengan caranya,
yang tidak dimengerti laba-laba pada langitku.
Mereka abadi, menembus ruang dan waktu.
Aku, aku tidak muluk-muluk.
Hanya ingin abadi pada porosmu.
Selayak kamu abadi pada porosku.
MAN. Berintan, Maret 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Bermain Tarik-Tarikan #2

Ketika Mempuisikan Kamu

Alasan Mencintaimu

Kisah Cinta

Surat Terakhir

Keinginanku dan Keinginanmu

Rumah 2

Tentang Langit #1

Pendakian

Setelah Sampai Rumah