Pendakian

Jangan mentang-mentang sudah punya nyawa, lalu dikira semena-mena itu dibolehkan. Mengirimkan pesan seenaknya, memaksa tersampaikan, dibaca, dan direspon secepatnya. Bisa saja dia, mereka atau aku tidak tertarik sama sekali pada topik dalam pesanmu. Bahkan bisa saja, dia, mereka, atau aku sudah hampir tak peduli dengan esok apa yang akan terjadi, lihat esok. Sekarang waktunya pendakian. Menuju ketinggian untuk mengukur betapa kita sudah terlalu merasa tinggi dan merasa besar. Betapa kita sudah terlalu banyak bicara, dan berjanji. Belum lagi tingkah laku kita yang sering tidak sejalan dan searah dengan tujuan kita sebenarnya.

Pesan-pesanmu sebenarnya bukan tidak tersampaikan. Hanya mungkin belum saja ada alasan untuk membalasnya. Betapa kita terlalu sering memberi makan burung untuk kita tangkap burung itu. Pernah kamu berpikir meberi makan burung untuk membiarkan burung tersebut hidup selayaknya burung? Bebas, terbang dengan sayapnya, hinggap kesana-kemari, mencari makan, dan berkembang biak. Melaksanakan tugas sebagai seekor burung yang utuh. Tanpa kandang dan tiang penyangga.

Kita sedang di jalur pendakian. Berbicara dengan pepohonan, bebatuan, serta aneka satwa, juga makhluk tak kasat mata, namun tak pernah sekalipun dapat jawaban. Sudah jangan berkecil hati. Tidak ada jawaban pun adalah sebuah jawaban. Tinggal kita sadari kembali, hitung ulang, tanya kembali pada diri kita masing-masing. Apa sebenarnya niat pendakian ini? Untuk menaklukan atau untuk mencari kawan dari luar habitat kita sendiri?

MAN. Ciremai, Agustus 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Bermain Tarik-Tarikan #2

Kisah Cinta

Alasan Mencintaimu

Surat Terakhir

Rumah 2

Sejak Aku Mencintaimu

Setelah Sampai Rumah

Ketika Mempuisikan Kamu

Keinginanku dan Keinginanmu