Kabut


-Kabut

Kabut,
Sempatkah kau meredakan kalut,
Lalu menggenapi harapan yang selalu kau sebut?
Dingin,
Siapakah kau diantara rasa ingin,
Selain jiwamu mudah diterbangkan angin?
Gelap,
Sanggupkah kau berlali saat lelap
Karena mimpi hanya ada saat terlelap?

-Dari dalam kabut.

Seakan aku merasa utuh
Diantara rimbun pepohonan.
Seakan aku berjalan sudah jauh,
Sudah dekat dengan tujuan.
Batas jalurku hanya jalan setapak,
Yakin ku susur menuju puncak.
Tak hiraukan hawa dingin menembus tulang.
Kala terdengar suara burung, aku tak bisa menduga
Burung apa ia, 
Aku hanya bisa mendengar lirih sayap terkepak.
Kala hujan membasah, dingin kian meradang.
Berbeda dengan hujan,
Begitu pasti menyampaikan pesan awan.
Sekembalinya dari lautan,
Hujan membawa awan
Menjelajah mulai dari pegunungan.
namun kabut.
Gelap menabir pandangan,
Pekat menyelimuti pikiran,
Dingin membekukan perasaan.
Kabut adalah batas jarak pandang,
Kabut adalah batas nalar pikiran,
Kabut adalah batas empati perasaan.
Kabut ialah impian, 
Kabut ialah harapan,
Kabut ialah keinginan.

 -Dari Balik Kabut

"Ketika seseorang tahu di luar batas lingkungannya
Dia akan lebih tenang menghadapi lingkungannya
Sendiri, dan
Ketika seseorang tahu di luar batas dirinya
Dia akan lebih tenang menghadapi dirinya
Sendiri."
Rangkaian kata muncul begitu saja
Di tengah kemacetan, saat asap kendaraan memecah hujan,
Saat suara klakson membising pendengaran.
Ketika bayangmu bersatu dengan sorot lampu kendaraan.
Menyilaukan mata.
Menggenapi kabut dingin yang sebelumnya
Akrab dengan guyuran hujan.
Karena yang aku tahu kala aku diselimuti kabut
Aku ingin segera merangkumkan pendaran warna-warnimu.
Hitam-putihmu tak pasti.
Bagiku, kaulah kabut.
Bagiku, kaulah mimpi.
Sama-sama dingin penuh kalut,
Sama-sama menyelemuti tiada henti.
Di tengah perjalanan aku berhenti. Masih berselimut kabut.
Dari kejauhan aku melihat kerlap-kerlip cahaya.
Sungguh, aku tidak mengetahui. Sebenarnya betapa terjal jalan ke sana.
Ah kabut sialan! 
Menyingkirlah!
Aku akui, aku sudah membuang mimpi-mimpi,
Termasuk keutuhan memelukmu dalam sepi.
Dengan begitu, harusnya kabut terbuka
Namun dinginnya masih terasa.
Aku putar kembali seluruh rasa dingin mencintaimu
Berharap rasa yang terlanjur terhampar bisa kembali gulung.
Dinginnya masih terasa, guyuran hujan melengkapinya.
Mimpiku padamu telah tiada, namun cintaku padamu
Masih ada.
Saat sorot lampu kendaraan kembali menyilaukan mata.
Aku terkepung kemacetan kota.
Putar arah sudah terlambat, sedangkan terus melangkah
Sungguhlah berat.
Dan gawat, dingin dan guyuran hujan masih melekat.
Namun paling tidak, dari balik kabut aku bisa mendengar dan melihat
Tarian lampu-lampu kota, pengamen jalanan dengan berbagai nada,
Suara bising mesin dan klakson kendaran.
Serta jalan penuh persimpangan.
Kini aku harus berbuat apa?

MAN. Lembang 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mari Bermain Tarik-Tarikan #2

Ketika Mempuisikan Kamu

Alasan Mencintaimu

Kisah Cinta

Surat Terakhir

Keinginanku dan Keinginanmu

Rumah 2

Tentang Langit #1

Pendakian

Setelah Sampai Rumah